Dua tugas pokok Hakim; Menegakkan hukum dan keadilan
Jum’at (17/5/24) “Ada dua tugas pokok Hakim adalah Menegakkan hukum (hakim harus menghormati peraturan perundangan-undangan dan hukum yang berlaku di masyarakat) dan keadilan (memberikan keadilan keadilan kepada para pihak yang berperkara di Pengadilan”. Hal ini yang disampaikan oleh YM Dr. H. Edi Riadi, S.H.,MH Hakim Agung Kamar Agama sebagai pemateri dalam Bimtek di Lingkungan Peradilan Agama.
Badan Peradilan Agama mengadakan bimbingan teknis peningkatan kompetensi tenaga teknis di lingkungan Peradilan Agama yang dilaksanakan secara daring dan diikuti oleh seluruh Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama se-Indonesia, termasuk Pengadilan Agama Rangkasbitung.
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Drs. H. Muchlis, S.H., M.H. dalam sambutannya menyampaikan bahwa bimtek ini bertujuan agar tenaga teknis Badan Peradilan Agama memiliki kompetensi dalam penyelesaian perkara, dan bisa merefleksikan pentingnya memahami konsep “contra legem” dalam penemuan hukum, untuk mendekatkan keadilan dengan mengenyampingkan peraturan yang ada.
Ada beberapa putusan Mahkamah Agung yang keluar dari peraturan perundang-undangan atau yang termasuk “contra legem”;
- Putusan Nomor 110 K/AG/2007 terkait sengketa hak asuh anak diberikan kepada seorang ayah dengan pertimbangan bahwa karena ibu anak tersebut sering bepergian ke luar negeri, sehingga tidak jelas anak harus bersama siapa, sementara dalam fakta persidangan anak tersebut dalam keadaan tenang dan tentram bersama dengan ayahnya.
- Putusan Nomor 597 K/Ag/2016 tentang pembagian harta bersama berdasarkan asas keadilan dan social justice yang tidak membagi ½ bagian harta bersama untuk bekas suami dan untuk bekas isteri, dalam perkara tersebut Mahkamah Agung menetapkan 2/3 untuk bekas isteri dan 1/3 bagian untuk bekas suami dengan pertimbangan bekas isteri lebih berkontribusi dalam menghasilkan harta bersama.
- Putusan Nomor 460 K/Ag/2019 terkait dengan gugatan sengketa wakaf, dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa kelalaian Nadzir dalam memanfaatkan objek wakaf dapat dijadikan alasan untuk mengganti Nadzir tersebut, karena terjadi benturan kepentingan administrasi dengan nilai keadilan maka keadilan harus diutamakan.
(Penulis: Dr. Gushairi, S.H.I., MCL.)